Resolusi 2024: Hidupkan Resolusimu Setiap Tahun
![]() |
Resolusi Hidup |
Saat seseorang memiliki resolusi, maka dia memahami bahwa hidup selalu punya tujuan. Bukan hanya melewati detik per detik, hari per hari, dan tahun per tahun saja, tetapi tersirat sebuah tujuan dari kehidupan yang akan dijalani nantinya. Aku sendiri bukan orang yang memiliki target dan prinsip. Namun, aku yakin bahwa setiap langkahku memulai kehidupan selanjutnya pasti memiliki tujuan.
Di tahun 2014, aku memulai karir menjadi seorang guru dan baru memahami bahwa resolusi hidup itu ada. Saat itu, banyak resolusi yang ku tulis dalam secarik kertas, lalu menyimpannya di tempat yang aman. Bukan karena takut kertas itu akan hilang dan resolusi-ku lenyap, tetapi aku malu jika orang lain membacanya. Karena nomor pertama yang ku tulis saat itu adalah "menikah". Ah, terdengar biasa saja, tetapi itu sangat luar biasa bagiku.
Resolusi menikah yang ku tulis sejak tahun 2014 ternyata terwujud di tahun 2016. Setelah memantapkan jiwa yang sudah memasuki usia 27 tahun, aku menikah dengan seorang pria karismatik dan berwibawa yang baru ku kenal kurang lebih delapan bulan. Ini sebuah apresiasi yang tinggi untuk diriku sendiri.
Setelah menikah, aku sama sekali tak punya resolusi apapun. Bagiku, keutuhan rumah tangga, keharmonisan, kenyamanan suami dan istri, serta kesehatan adalah tujuan hidup. Namun, tahun ini sepertinya ada sebuah harapan besar dalam diriku. Harapan yang aku sendiri belum yakin, dapatkah mewujudkannya atau tidak. Ah, yang namanya resolusi tak menjadi target mutlak dalam hidup, kan? Jika Allah berkehendak lain, kita harus apa?
Bapak dan mamak sudah mendaftar haji di tahun 2012 saat mereka masih aktif menjadi Pegawai Negeri Sipil di kota kelahiranku, Pematangsiantar. Aku masih ingat bagaimana bersinarnya wajah mamak saat menunjukkan surat pendaftaran haji padaku. Walaupun, jadwal keberangkatannya masih sekitar sembilan tahun lagi (2021). Beliau sudah tak sabar ingin bertamu ke rumah Allah SWT. Aku pun ikut bahagia. Minggu berganti, bulan berganti, dan tahun pun berganti. Setiap bertemu denganku selalu membahas betapa bahagianya dapat menginjakkan kaki di Mekah. Sampai beliau memintaku untuk menyediakan pakaian-pakaian yang cocok dipakai di sana. Aku tersenyum memandang binar-binar wajah mamak saat itu.
Tahun 2016, aku menikah. Kebahagiaan bapak dan mamak pun semakin bertambah. Bapak sempat berandai-andai, jika saat berangkat ke Baitullah akan ada satu putri dan menantu laki-laki, satu putra dan menantu perempuan, dan minimal tiga orang cucu yang akan mengantarkan keberangkatan mereka. Apabila, terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, apakah mereka berdua meninggal dunia di Mekah, tidak akan ada beban yang dibawa. Kupikir, itu adalah resolusi bapak dari tahun ke tahun dan aku yakin itu akan terwujud karena sejauh ini apa yang sudah direncanakan oleh bapak jarang meleset.
Namun, tak ada yang bisa menebak ketentuan Allah SWT. Tahun 2020, awal pandemi terjadi. Bukan hanya rakyat, negara pun ikut galau dengan perkembangan ekonomi dan aktivitas lainnya. Apalagi, terdengar berita bahwa beberapa tahun ke depan tidak akan ada keberangkatan haji. Itu berarti bapak dan mamak akan gagal berangkat di tahun 2021. Dari sini semuanya bermula. Satu-persatu masalah datang, sampai aku tak bisa berpikir dengan tenang selama berada jauh dari bapak dan mamak. Berita terbaru mengatakan bahwa bagi calon jemaah haji yang berusia 65 tahun, tidak diperbolehkan berangkat. Mamak pasrah karena umur beliau di tahun 2022 sudah memasuki 65 tahun. Akhirnya, bapak menarik kembali dana haji mereka dan batal berangkat. Wajah mamak mulai berubah. Aku sangat memahami betapa hancur dan kecewanya perasaan beliau. Bahkan, aku pun ikut menangis setiap malam memikirkannya. Dana haji yang sudah diambil habis begitu saja. Padahal, bisa saja mereka menggantinya dengan umroh, kupikir. Namun, inilah ketentuan Allah.
Nah, resolusiku di tahun ini adalah aku ingin memberangkatkan mereka umroh, walaupun hanya salah satu dari mereka, khususnya mamak. Aku tak tahan melihat wajah sendunya setiap melihat berita tentang Kabah, Mekah, dan Haji. Mata beliau memerah dan menahan genangan air agar tak tumpah. Namun, kembali lagi pada resolusiku, apakah aku mampu mewujudkannya? Semoga saja. Aamiin ya Rabbalalamin. Setiap resolusi harus hidup dalam jiwamu, walaupun kau ragu akan terwujud atau tidaknya resolusi yang telah kau tuliskan.