Aku Tak Menyukai Diriku Sendiri: Itu Membuatku Lemah
Annyeonghaseyo, Chingu
Wah, sudah berapa hari ini kita tidak bersua, ya! Aku sudah terlalu rindu untuk bercerita tentang indahnya hidupku dalam pandangan orang lain. Padahal, hidup siapapun tidak akan pernah indah dan sesempurna pandangan kita, kan? Baiklah, aku ingin menunjukkan sesuatu yang lain dari ceritaku kali ini. Aku ingin kalian tahu bahwa banyak hal yang tidak ku sukai dari diriku sendiri. Mungkin saja, salah satunya adalah ketidaksukaan kalian juga. Kalau begitu, mari berbagi cerita!
Kolase foto by Pexels |
Aku tidak suka pada diriku sendiri karena banyak hal yang membuatku terlihat lemah. Manajemen waktuku sangat amburadul dan aku tidak suka itu. Aku mencoba untuk membuat jadwal sendiri saat akan melakukan sesuatu, seperti berangkat kerja tepat waktu. Aku mulai menghitung menit untuk setiap gerakan yang akan ku lakukan. Mandi sekian menit, berpakaian sekian menit, sarapan sekian menit, dan berangkat kerja tepat menit ke sekian. Hasilnya gagal. Prediksi waktu yang ku terapkan salah dan akhirnya membuatku terlambat. Begitu setiap hari selama aku masih bekerja. Ini adalah hal yang tidak ku sukai. Namun, sampai hari ini pun manajemen waktuku tetap amburadul. Apalagi, selama memiliki anak dan menjadi seorang ibu rumah tangga. Aku sering terlambat menyiapkan sarapan untuk keluarga dan melayani suamiku di pagi hari karena manajemen waktuku yang amburadul. Aku benci seperti itu.
Aku juga benci berantakan. Setiap barang yang berserakan akan selalu ku rapikan tanpa peduli siapa pemiliknya. Kerap kali aku mendapat masalah dengan teman sekamarku saat kuliah dulu. Perintilan-perintilan miliknya ku buang begitu saja karena sudah menyampah di dalam kamar. Alhasil, aku pun kena semprotan maut dan serangan diam darinya. Itulah salah satu alasan mengapa aku lebih suka menyewa kamar kos sendiri tanpa teman. Kamarku bersih, rapi, dan nyaman. Ternyata, tak sampai di kejadian itu saja. Setelah menikah, aku pun sempat diceramahi panjang lebar oleh suami karena sudah menjual tumpukan makalah mahasiswanya tanpa memilah-milah mana yang sudah dinilai dan mana yang belum dinilai. Aku sadar bahwa rasa benciku pada hal-hal yang berantakan membuatku menjadi tidak suka pada diriku sendiri. Aku sudah membuat orang lain kecewa. Sekarang aku sedang mengontrol sifat itu agar tidak sembarangan lagi merapikan barang-barang yang berserakan.
Rasanya minder, ya, sebagai ibu, kalau tidak bisa memasak. Namun, aku memang tidak suka memasak. Sejak aku kecil sampai menikah, ibuku tak pernah mengajariku memasak. Mungkin karena pada masa itu perhatian ibu lebih besar pada adik laki-lakiku daripada aku (cerita ini sudah ku tuliskan di blog-ku sebelumnya, ya, Chingu). Inilah yang membuatku sekarang harus belajar memasak, sementara aku tidak menyukainya. Kata orang-orang, nih, lakukanlah hal yang baik dengan hatimu, agar yang kau hasilkan pun baik dan maksimal. Lalu, bagaimana denganku yang dipaksa untuk suka memasak demi keluarga kecilku? Ah, aku semakin tidak suka dengan diriku sendiri karena tidak suka masak dan tidak bisa memasak. Hanya saja suamiku tak pernah merumitkan masalah tentang masak-memasak ini. Baginya, aku cukup memasak, enak tidak enak, yang penting masakan rumah, katanya. Sederhana memang, tetapi itu adalah sebuah keharusan yang cukup menguras energi karena harus memikirkan menu berbeda setiap hari.
Belum juga hilang rasa ketidaksukaanku pada diriku sendiri karena memang terlalu banyak hal yang tidak ku sukai dari diriku. Aku benci dengan sifat borosku. Aku tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Bagiku, apa yang ku dapat hari ini, harus dihabiskan hari ini juga. Aku tidak peduli dengan hari esok. Aku sangat susah untuk menabung. Ini adalah kekurangan yang paling tidak ku sukai dalam diriku sendiri dan aku sudah berusaha untuk mengendalikannya. Namun, aku belum cukup mampu untuk mengontrolnya. Aku benci sifat borosku ini.
Foto by Pexels |
Saat janjimu dipenuhi, maka bahagialah rasanya. Aku pun begitu. Namun, jika janjimu tidak dipenuhi, maka kecewalah yang kau hadapi. Aku pun begitu. Aku tidak suka diberi janji, walaupun hanya sebuah janji kecil. Misalnya saja, suamiku berjanji akan mengajakku keluar makan malam di hari Sabtu. Ternyata, dia tidak memenuhinya karena terhalang pekerjaan. Maka, rasa kecewaku meledak seketika itu juga. Aku akan mulai diam seribu bahasa dan tak lagi peduli dengan janji berikutnya. Kadang-kadang, seseorang yang berjanji pada kita secara tidak sengaja mengingkarinya, tetapi aku tak peduli dengan itu. Ini juga menjadi hal yang tidak ku sukai dari diriku sendiri. Mengapa aku terlalu cepat mendakwa seseorang yang mengingkari janjinya padaku? Aku benci dengan ketidaksukaanku ini.
Foto by Pexels |
Namun, di balik semua rasa ketidaksukaanku pada diriku sendiri, beberapa hal sebenarnya membawa kepada kebaikan. Kalau saja aku bisa mengendalikan perasaanku, mungkin rasa tidak suka ini akan hilang seiring berjalannya waktu. Tentu saja, semuanya berbalik pada diri sendiri, bukan? Apakah aku tetap pada rasa tidak suka itu atau mengubahnya? Ah, manusia memang ingin terlihat sempurna, ya, sampai lupa bahwa yang Maha Sempurna hanya Allah SWT. Aku akan terus mencoba untuk mengurangi, bahkan menghilangkan rasa-rasa tidak suka ini agar ke depannya hidupku lebih berarti dan tak terlihat lemah lagi. Semoga aku bisa, ya, Chingu.
Rasa-rasanya sudah terlalu panjang, nih, aku berbagi sisi lain dariku pada kalian. Kira-kira apakah kita memiliki kesamaan atau malah berbeda? Kupikir, ada yang sama dan ada juga yang berbeda, ya, Chingu. Ayo, berbagi kisah!
Hwaiting, Chingu
Semangat pasti bisa memanajemen waktunya dengan tepat,sis. Kita semua adalah makhluk yang berproses.
Terima kasih, Kak. Pasti semangat, Kak.
Tiap orang diantara kita punya sudut pandang berbeda perkara waktu, aku pun pernah mencoba mengelola waktu seadanya ternyata, aku salah. Lebih baik mengelola waktu dalam seminggu daripada waktu dalam sehari, itu berhasil buatku
Akan dicoba, Bang, tipsnya.