Aku dan Suami Sibuk Kerja, Kehilangan Masa Emas Anak, Kuputuskan Menjadi Ibu Rumah Tangga

Annyonghaseyo, Chingu.

Bertemu lagi denganku setelah berbulan-bulan kita tak bercerita tentang kehidupan dunia ini. Mohon dimaklumi, ya, karena aku sedang menjaga sebuah amanah besar dari Allah di dalam rahimku. Insyaallah, setelah masa ke-tidak-nyamanan itu berlalu aku akan selalu menyapa kalian melalui tulisan-tulisanku yang lain.
Baiklah, kita mulai lagi, yuk, ceritaku kali ini!

Sarjana, kok, jadi Ibu Rumah Tangga?

Aku pernah membaca sebuah artikel tentang 'seorang sarjana menjadi ibu rumah tangga'. Saat itu, jawaban yang ku dapat adalah seorang muslimah sejati takkan enggan untuk mengatakan 'I'm a full time mom and wife at home and I love it'. Hatiku langsung bergejolak. Mengapa aku tak berani mengambil keputusan seperti itu? Namun, saat itu aku tak bisa memutuskan semuanya sendiri karena banyak peran di sekitarku. Suami, kedua orang tua, dan kedua mertuaku. Ada kedua orang tua tempatku berdiskusi. Apalagi, mereka sudah banyak mengeluarkan biaya untuk menemaniku mencapai pendidikan tinggi. Sementara itu, restu dari kedua mertuaku juga tak bisa ku abaikan. Mereka melamarku saat aku memiliki pekerjaan yang pastinya menjadi sebuah kebanggaan untuk mereka dan keluarga besar. Ini sebuah keputusan yang berat, pikirku saat itu. Sampai aku benar-benar membutuhkan dukungan dari orang terdekat yang memahami keadaan mentalku, yaitu suamiku, ayah dari anak-anakku. Kebimbanganku menjadi keyakinan yang kuat setelah sang motivator mendukung penuh keputusanku untuk berhenti bekerja. 

Aku Sempat Menjadi Wanita Karir

Tahun 2010 aku tamat dan lulus dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara sebagai seorang Sarjana Pendidikan. Aku mengambil jurusan Bahasa Inggris karena rasa sukaku pada mata pelajaran ini sudah ada sejak duduk di bangku SD. Banyak pengalaman kerja yang sudah ku jalani. Menjelang sidang skripsi, aku sempat mengajar di SMU Swasta ERIA yayasan ANI IDRUS Medan selama setengah tahun. Setelah tamat, aku mencoba melamar pekerjaan ke perusahaan besar seperti Bank Rakyat Indonesia, Indosat, dan Telkomsel. Beruntungnya, aku sempat menjadi karyawan di Telkomsel sebagai Agen Call Center 116 selama setahun. Karena keadaan kesehatan yang sudah tak memungkinkan lagi, aku memilih berhenti. Kembali aku melamar pekerjaan sebagai seorang guru sesuai dengan bidangku. Selama tiga bulan, aku mengajar di Yayasan Shafiyatul Amaliyah. Lagi-lagi, aku merasa tak nyaman dan memutuskan berhenti. Sampai akhirnya, pelabuhanku berakhir di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu Zahira kota Medan. Aku merasa nyaman bekerja di sekolah tersebut, walaupun saat itu Zahira masih merintis kesuksesannya. Hampir sembilan tahun aku menjadi guru dan itu merupakan pengalaman indah yang tak bisa ku lupakan.
Waktu yang cukup lama membuatku masih sering merindukan suasana ceria dan tawa bahagia para siswa. Apalagi, kehidupanku sangat berkecukupan waktu itu sebagai seorang wanita berkarir yang tak menginginkan apa-apa lagi selain kesenangan. Bahkan, setelah menikah pun, aku masih merasa gadis dan mengabaikan kehadiran seorang suami. Tak bisa ku sangkal, apapun yang ku inginkan bisa ku penuhi tanpa meminta dari suami dan suamipun tak bisa melarangku. Sempat juga tersirat di benakku, jika aku tak bekerja mungkin aku tak bisa menentukan keinginanku dan memenuhinya sendiri. Pendapatan yang ku terima sebagai seorang guru di sekolah ditambah dengan menjadi guru les privat juga dapat menyaingi honor suamiku sebagai seorang dosen di Universitas Swasta. Namun, ada yang fatal dalam kehidupan rumah tanggaku dengan kondisi kami seperti itu.

Kehidupan Rumah Tangga yang Aneh

Aku bekerja sejak pukul tujuh pagi dan baru tiba pukul delapan malam karena menyambung menjadi guru les privat. Sementara itu, suamiku juga bekerja sejak pagi sampai malam. Putri kecilku yang sejak berusia enam bulan sudah diasuh oleh ibuku yang baru saja pensiun. Mereka yang sudah tua harus bolak balik Pematangsiantar-Medan untuk mengobati kerinduan kami pada sang putri. Masa pensiun mereka pun dihabiskan dengan mengasuh bayi. Ibuku memang tak menolak, bahkan menawarkan diri untuk mengasuh cucunya sendiri. Mengingat banyaknya kejadian yang mengerikan di televisi tentang pengasuh anak-anak, sehingga beliau tidak mengizinkanku menitipkan anak kami pada orang lain. Itu seharusnya tak boleh terjadi, sementara aku adalah seorang ibu.

Bukan hanya itu saja, aku pun melalaikan tugasku sebagai seorang istri. Aku tak pernah melayani suamiku dengan baik, tak pernah memasak untuknya, tak pernah membuatkannya kopi, dan untuk mengajaknya ngobrol pun aku melupakan hal itu. Aku merasa seperti gadis yang belum menikah dan melakukan segala sesuatunya dengan sendiri. Lalu, apa gunanya aku menikah? Apakah aku sudah layak disebut sebagai istri?

Aku tak ingin menyesali semuanya dan kehilangan masa-masa indah bersama buah hati kami. Aku ingin menjadi ibu yang dapat mendampingi pertumbuhannya dengan baik. Aku malu sebagai seorang ibu yang tak bisa melihat perkembangannya. Waktuku bersamanya benar-benar tidak efisien lagi. Sepulang bekerja di malam hari, aku melihatnya sudah tertidur pulas. Ingin bermain dengannya, walaupun sebentar saja, aku tak tega membangunkannya. Aku kehilangan semua momen manis itu. Padahal, Islam mengajarkan bahwa madrasah yang utama bagi seorang anak adalah ibunya. Lalu, ke mana aku saat anakku membutuhkanku? Aku juga ingin menjadi istri yang penuh senyum menyambut kepulangan suami dari bekerja. Aku memikirkan hal itu terus menerus. Setelah tiga tahun menikah dengan seorang putri kecil diantara kami, Allah membuka mata hati dan pikiranku. Aku harus mengambil keputusan yang tegas untuk kehidupan rumah tanggaku di masa depan.

Aku Berniat dengan Kuat

Ku utarakan niatku berhenti bekerja dan fokus merawat anak dan rumah tangga kami. Tak kusangka, suamiku memberi restu. Baginya, keadaanku yang bekerja maupun tidak bekerja, tidak ada yang berubah darinya sebagai seorang pemimpin keluarga yang wajib atas istri dan anak-anaknya. Namun, tak serta merta aku melaksanakan niatku sebelum berdiskusi dengan keempat orang tua kami. Ku yakinkan kedua orang tuaku bahwa tak ada yang salah dengan gelar Sarjana yang sudah ku raih. Walaupun, aku tidak bekerja lagi, dengan ilmu yang ku dapat akan membawaku menjadi ibu yang tak gagap teknologi, mengikuti perkembangan anak sesuai zamannya, dan akan menjadikan mereka anak-anak yang berbudi pekerti. Ibu adalah orang yang paling khawatir saat itu karena menurut beliau, kebebasanku untuk mengelola keuangan rumah tangga akan semakin sulit karena tidak memiliki penghasilan sendiri. Namun, aku tetap dengan sabar meyakinkan beliau bahwa ini adalah keputusan yang paling benar. 

Sedikit berbeda dengan ibu mertuaku. Saat aku meminta izin dari beliau untuk berhenti bekerja, tanpa alasan apa-apa, beliau merestuinya. Beliau berkata, "Jika niatmu berhenti bekerja adalah untuk merawat anak dan keluarga, maka surga adalah balasannya, Nang. Rezeki sudah diatur oleh Allah SWT dan akan datang dari mana saja."
Sekarang aku merasa lega karena telah mengambil keputusan tersebut. Walaupun, harus melepaskan kesuksesanku sebagai wanita karir yang membuatku hidup dalam kecukupan. Namun, kebahagiaan itu bukan hanya datang dari materi saja. Melihat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik dan pesat, suami yang pergi dan pulang bekerja dengan senyuman, tawa canda selalu bergema di dalam rumah, dan minimnya pertengkaran dalam rumah tangga adalah kebahagiaan yang hakiki. Setiap orang pasti memiliki pilihan hidupnya sendiri, antara lanjut atau tamat. Selama ada ridho orang tua di dalamnya, maka hidup pun akan baik-baik saja.

Wah, ceritanya sudah habis, nih! Terima kasih untuk kalian karena sudah membiarkanku bercerita panjang lebar. Setidaknya pengalaman hidup ini menjadi keputusan yang bijak untuk melanjutkan kehidupan. Tunggu ceritaku selanjutnya, ya, Chingu

Khamsahabnida ~



Next Post Previous Post
40 Comments
  • Sakinah Annisa Mariz
    Sakinah Annisa Mariz 1 Maret 2024 pukul 00.27

    Percayalah, keputusan kakak untuk menjadi Ibu yang warobatul bait itu sudah sangat tepat. Ibu yang well educated, tentunya akan mencetak anak-anak yang cemerlang, insya Allah. Jangan berpikir kalau mengurus keluarga di rumah mematikan potensi kita. Justru kita sedang menyalurkan segala perhatian, keahlian bahkan kecerdasan kita kepada anak-anak yang akan menjadi orang dewasa nantinya. Luar biasa manfaat yang didapat anak-anak dari Ibu yang terdidik dan punya dedikasi hebat. Peluk kakakku, semangat yah

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 1 Maret 2024 pukul 08.23

      Gomawo, Akak. Peluk semangat juga untuk Akak yang sedang berjuang demi kehidupan masa depan yang cemerlang. Pendidikan itu memang wajib, tetapi berkarir atau tidak adalah pilihan hidup untuk seorang perempuan. Alhamdulillah. Walaupun menjadi seorang ibu rumah tangga sekarang, masih bisa menghasilkan sedikit demi sedikit tanpa mengorbankan keluarga lagi.

  • Pertiwi Soraya
    Pertiwi Soraya 1 Maret 2024 pukul 17.34

    Semangat, Kak. Insya Allah dengan keputusan yang Kakak ambil, berkahnya akan lebih berlimpah. Semoga selalu dimudahkan urusannya dan sehat-sehat berbahagia.

    Sarjana kok jadi ibu rumah tangga? Ya patenlah. 👌

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 10 Maret 2024 pukul 06.49

      Terima kasih supportnya, Akak.

  • Anonim
    Anonim 2 Maret 2024 pukul 15.48

    Berusaha mendukung setiap keputusanmu

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 10 Maret 2024 pukul 20.00

      Terima kasih, Ayah Tampu.

  • Dewi chairani
    Dewi chairani 4 Maret 2024 pukul 11.56

    semangat terus kak Nina. Insya allah itu keputusan yg baik dn mulia. Soal rezeki insya Allah akan d tambah, biasa sih gitu. Dulu keran nya dua krna kakak bekerja, krna skrg tinggal si abang, biasa nya keran rezeki akan lebih kencang, Insya Allah 😊

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 11 Maret 2024 pukul 10.16

      Benar, Kak. Makanya, sekarang awa lebih banyak mendoakan suami supaya tetap sehat dan panjang umur.

  • Ahmad Backpackerlens
    Ahmad Backpackerlens 5 Maret 2024 pukul 23.40

    Ayok ayok gpp! Wanita yang tidak berkarir bukan berarti rendah . Di dunia Barat saat ini sudah banyak wanita yang kembali ke role nya yaitu mengurus keluarga dan mendidik anak yang berkwalitas. Ingat anak yang pintar itu berasal dari ibu yang pintar. Tentunya pola didik nya. Jadi jangan putus asa ya . Wanita boleh berkarir sebagai hoby bukan membantu pendapatan keluarga atau bahkan jadi tulang punggung keluarga.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 11 Maret 2024 pukul 10.18

      Alhamdulillah. Setidaknya masih ada lelaki yang memikirkan hal² kecil seperti ini, ya, Bang.

  • Anonim
    Anonim 6 Maret 2024 pukul 07.52

    Menjadi ibu RT itu pekerjaan berat. Terkadang mmg tidak semua perempuan mampu untuk jadi ibu RT sekaligus bekerja di luar rumah pula. Everything has consequency. Kita harus pilih mana yang paling bikin bahagia, because mental health is a must. Memang pada akhirnya kita harus memilih, gak semuanya bisa kita dapatkan. Tetap semangat dan selalu dekat dengan Tuhan. Terimakasih buat tulisan blog ini.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 11 Maret 2024 pukul 10.19

      You're right, Kak. Mental health is a must. Terima kasih juga untuk dukungannya, Kak.

  • Kyo Rizki Han
    Kyo Rizki Han 7 Maret 2024 pukul 19.25

    Yang penting pernah merasakan jadi wanita pekerja itu udah cukup lah yakan nambah nambah vt. Perasaan campur aduk itu sungguh wow.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 11 Maret 2024 pukul 10.20

      Betul, Kyo.

  • Fitri Amaliyah Batubara
    Fitri Amaliyah Batubara 8 Maret 2024 pukul 17.19

    Semangat, kak Nola. Sy juga punya kekhawatiran yg sama tentang ini karena juga punya 2 anak yg masih di masa emas. Tapi kondisi dan cita-cita bikin saya harus tetap bekerja dengan tetap berdoa ke Allah smg pekerjaan sy tidak membuat sy jauh dr anak-anak. Alhamdulillah, biar ada rintangan sana sini, anak² tidak pernah kami titipkan ke orang lain, kecuali ke adek sendiri. Semangat utk kita, kak. ✊

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.13

      Benar, Kak. Pada saat itu, aku cuma merasa aneh saja dengan keadaan rumah tangga yang tenang, tetapi seperti ada yang kurang. Semangat juga untuk Kakak.

  • Nue Gunawand
    Nue Gunawand 9 Maret 2024 pukul 11.31

    Saya sebagai laki-laki yang nantinya akan menjadi ayah juga sudah memikirkan masa emas anak. Berkaca dari keponakan yang masa pertumbuhannya terasa cepat, dulu masih bayi eh ini udah masuk SD aja.

    Jadi mikir, gimana caranya ya supaya kerja gak keluar rumah. Tapi penghasilan tetap aman dan istri gk usah kerja. Bisa menyaksikan tumbuh kembang anak secara langsung, bahkan bisa ikut aktif dalam proses parentingnya.

    Sedang diusahakan, semoga bisa terwujud cita-cita sederhana ini.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.14

      Aamiin ya Allah. Semoga bisa terwujud cita-citanya, Bang Nue.

  • Zaimah
    Zaimah 9 Maret 2024 pukul 20.03

    Luar biasa kak. Keputusan berat yang gak semua orang mau memilihnya. Percayalah, gelar sarjana seorang ibu tak pernah sia-sia, bahkan menjadi sangat istimewa karena ditempatkan untuk menjalankan amanah besar

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.15

      Terima kasih banyak, Kak. Aamiin ya Allah.

  • IYAH
    IYAH 10 Maret 2024 pukul 16.23

    Sekarang aku masih belum berkeluarga sih kak, jadi bener-bener fokus untuk enjoy dalam karir yang aku pilih. Karena lahir dan besar dari working mom juga, aku bertekad kelak aku akan memilih jalur full time mom juga jika sudah punya keluarga nanti. Urusan ada kerjaan remote bisa dipikirkan kelak. Karena aku ngerasain 'kekosongan' ibu dalam perkembanganku. Meski ibuku udh berjuang semaksimal mungkin selalu hadir disaat penting. Pendidikan seorang ibu ga akan pernah sia-sia, memang sebagai madrasah pertama sudah seharusnya seorang ibu berpendidikan tinggi! semangat kakak!

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.16

      Sama, Kak. Aku juga berkaca dari masa kecilku dengan kedua orang tua yang bekerja. Masa kanak-kanakku habis bersama nenek dan aku sama sekali tidak menjadi dekat dengan ibuku sendiri. Di masa sekarang, aku tidak mau itu terulang kembali pada anak-anakku. Semangat juga, Kak.

  • Lynur - Mom Blogger di Medan
    Lynur - Mom Blogger di Medan 10 Maret 2024 pukul 19.50

    Semangat kak, pasti berat rasanya memutuskan untuk tidak bekerja lagi ya kak. Semoga Allah selalu buka kan pintu rezeki dari jalan mana pun ya kak, saya juga seorang sarjana yang memilih untuk tidak bekerja karena merawat anak menjadi prioritas saya.


    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.17

      Wah, di awal-awal rasanya hampa, Kak! Namun, seiring berjalannya waktu, aku bisa menerima keadaanku yang sekarang.

  • Rizki Audina
    Rizki Audina 10 Maret 2024 pukul 23.15

    Walau belum menikah dan menjadi ibu, aku cukup tau rasanya harus kehilangan masa emas anak. Semangat, ya, Kak. Semoga jadi ladang pahala. Aamiin.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.17

      Aamiin ya Allah. Terima kasih, Iky, Semangat juga untuk Iky!

  • Ririn Anindya
    Ririn Anindya 11 Maret 2024 pukul 00.26

    Semoga apa pun keputusan peran yang kita ambil, menjadi yang terbaik dan lebih bikin happy untuk diri kita, lalu untuk orang yg kita cintai, dan tetap bisa mendapat ridhoNya, aamiin

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.18

      Aamiin ya Allah. Benar, Kak. Dalam hidup memang harus ada jalan yang dipilih, kan, Kak?

  • Siti
    Siti 11 Maret 2024 pukul 01.02

    Semangaaaat kak, keputusan dan peran yang kakak ambil itu begitu mulia kak. Seberapapun tinggi tingkat pendidikan kita, kita bakalan disebut ibu sukses kalau berhasil mendidik anak kak. Bismillah, semangat kak.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.18

      Benar sekali, Dekkyu. Semangat juga untuk Siti, ya!

  • siti nurhayati
    siti nurhayati 12 Maret 2024 pukul 06.36

    Keputusan berat dan tidak mudah ya kak. Di satu sisi, sebagai seorang perempuan yang biasa bekerja dan melakukan aktivitas di luar lalu tiba-tiba harus siap di rumah melayani suami dan mengurus anak-anak. Sungguh bukan suatu hal yg mudah itu. Dan kakak hebat bisa melakukannya. Proud of you and your family

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.20

      Belum lagi terdengar cibiran tetangga yang tidak tahu-menahu perihal kehidupan kita. Aduh, ampun jugalah, Dek!

  • Nikmal
    Nikmal 12 Maret 2024 pukul 14.05

    Menjadi IRT bukan berarti tidak bekerja atau justru tidak sukses. Sebab sukses tiap orang berbeda-beda dan capaian sukses masing-masing orang berbeda. Doaku semoga Kakak bisa sehat selalu dan bahagia menjadi IRT untuk melayani suami dan mengurus anak-anak. Semangat selalu.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.20

      Aamiin ya Allah. Semangat untuk memilih jalan kehidupan kita juga!

  • Nafilah Cha
    Nafilah Cha 13 Maret 2024 pukul 21.48

    Semangat ya kak. Jadi full time mom itu peran yang luar biasa. Salut banget untuk kakak yang mengesampingkan ego demi bisa mendidik anak sepenuhnya.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.21

      Dalam hidup memang harus ada pilihan dan kitalah yang menentukan pilihan tersebut. Semangat juga, ya, calon ibu-ibu masa depan!

  • Henny
    Henny 14 Maret 2024 pukul 00.56

    Dari rumah pun bisa kok seoang Ibu lebih berdaya dan berdampak. Semangat ya kak.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.22

      Benar, Kak. Yang penting mau, berani, dan semangat!

  • Imelda Hutagalung
    Imelda Hutagalung 16 Maret 2024 pukul 19.01

    Jadi full mom itu luar biasa. Nikmati masa-masa bersama anak. Kalau aku pribadi bertekad sampai anak-anak tamat SMA, aku bakal dampingi full. Karena nanti kalau udah kuliah dan bekerja, mereka ngga akan punya waktu lagi untuk kita.

    • Nina Nola Boang Manalu
      Nina Nola Boang Manalu 21 Maret 2024 pukul 22.23

      You're right, Kak! Menunggu kelahirannya yang terasa lama, tetapi setelah lahir rasanya cepat sekali mereka beranjak dewasa. Jangan sampai mereka lupa akan kehadiran ibu dan ayah dalam kehidupan mereka.

Add Comment
comment url